Kebijakan
ekonomi adalah mengacu pada tindakan sebuah kebijakan pemerintah dalam
mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini dapat pula
mencakup didalamnya sistem untuk menetapkan sistem perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah
serta pasar tenaga kerja,
kepemilikan nasional, dan otonomi daerah dari
intervensi pemerintah ke dalam perekonomian.
1. Periode 1966 – 1969
Pada periode 1966-1969 Pemerintah lebih memusatkan perhatian pada kebijakan
mengenai proses perbaikan dan penghapusan semua unsur dari peniggalan
pemerintahan orde lama yang mengandung unsur komunisme. Pada masa ini
pemerintah berjuang untuk menekan tingkat inflasi yang tinggi karena
pemerintahan orde lama.
2. Pelita
I (1 April 1969 - 31 Maret 1974)
Menjadi landasan awal pembangunan
masa Orde Baru.
Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik beratnya adalah pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali
(Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947
bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu
banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran
barang-barang buatan Jepang.
3. Pelita
II (1 April 1974 - 31 Maret 1979)
Sasaran utama Pelita II ini adalah
tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan
rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II
dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60%
dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun
keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
4. Pelita
III (1 April 1979 - 31 Maret 1984)
Pelaksanaan Pelita III masih
berpedoman pada Trilogi Pembangunan, yang isinya:
a. Pemeratan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepadaterciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
5. Pelita
IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989)
Titik berat Pelita IV ini adalah
sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industry sendiri. Dan di tengah berlangsung
pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi di resesi. Untuk
mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan
keijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung.
6. Pelita
V (1 April 1989 sampai 31 Maret 1994)
Titik beratnya terdapat pada
sektor pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada
pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.
Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
b. Kebijakan
Moneter
Kebijakan
Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive
Policy
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
c. Kebijakan
fiscal
Kebijakan
Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada
pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan
Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan
Fiskal Ekspansif
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
d. Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter di
Sektor Luar Negeri
·
Kebijaksanaan
Menekan Pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara
mengurangi tingkat konsumsi/pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi
di Indonesia.
·
Kebijaksanaan
Memindah Pengeluaran
Dalam kebijaksanaan ini
pengeluaran hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko
memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan secara paksa dan
dengan memakai rangsangan.
No comments:
Post a Comment